Rabu, 12 Agustus 2009

FEATURE : Menghilangnya Mutiara Koja Doi


Plok plak plak plak plok , bunyi mesin tenun tradisional memecah suasana sepi Dusun Koja Doi I Desa Koja Doi Kecamatan Alok Timur. Suara sentuhan perkakas tenun ini karena digerakan tangan Hajrah, ibu paru baya yang sedang menun lipa dengan motif khas dari wilayah Aiwora Ende. Menurut Hajrah, dirinya mulai menenun sejak rumput laut yang menjadi andalan warga Koja Doi mulai menunjukan gagal panen sejak akhir tahun 2007. Sehingga sepanjang tahun 2008, rumput laut yang menjadi andalan warga setempat sudah tidak di budidayakan lagi hingga saat ini.
Dengan wajah haru dan raut muka tampak mengenang masa indah saat menjadi petani rumput laut. Hajrah berkisah, kalau semasa masih menjadi petani rumput laut keadaan ekonomi rumah tangga lebih baik dari sekarang. Pasalnya sekali panen rumput laut yang dikelolahnya bersama anggota keluarga lainnya bisa mencapai 500 kg, dengan harga penjualan Rp. 3.500.- per kilogramnya.
Namun saat ini, pendapatannya sebagai penenun hanya meraup keuntungan Rp. 30.000.- per minggu. Itu pun bergantung pada selesai tidaknya hasil tenunan, modal usaha untuk menenun diperolehnya dari seorang pedagang sarung dari Aiwora Kabupaten Ende. Sehingga Hajrah berharap agar Pemerintah Kabupaten Sikka maupun pihak lainnya yang ada di Kabupaten Sikka supaya dapat memberikan modal usaha menenun.
Tak hanya Hajrah, Rusdah juga mengakui setelah tidak lagi bertani rumput laut kaum ibu yang ada di Koja Doi banyak yang menjadi penenun lipa (sarung untuk laki – laki). Walau hanya mendapat keuntungan yang tidak seberapa, aktivitas ini tetap terus dilakukan, demi menambah penghasilan dalam rumah tangga.
“ yang menjadi kendala bagi kami untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga dengan menenun, adalah modal usaha dan pemasaran yang belum memadai. Minat masyarakat untuk membeli lipa ini sangat rendah, padahal motif yang diperdagangkan pun sangat beragam “ keluh Rusdah.
Rumput laut yang dulunya bak mutiara, kini sepertinya menghilang seperti ditenggelamkan lautan luas. Perubahan – perubahan diberbagai sisi kehidupan masyarakat Koja Doi sangat terasa, nampak jelas dan benar – benar terlihat.
Rasa perubahan itu mulai terlihat ketika kapal yang kami tumpangi dengan bebasnya melaju, tak seperti pengalaman dua tahun silam. Ketika itu ada kunjungan kerja Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fredy Numberi, ke Koja Doi.
Sepanjang bibir pantai yang ada hanyalah botol – botol bekas dan gabus yang terapung rapi, terikat sambung menyambung tanpa putus dengan rumput laut yang terlilit tali nilon. Sehingga pemandangan menjadi berali ke rumput laut, laju kapal pun benar – benar diperhatikan sehingga tidak merusak ladang rumput laut yang ada.
Tak hanya itu, sepanjang jalan, lorong dan halaman serta balai – balai rumah pun penuh dengan rumput laut yang sedang dijemur. Pemandangan rumput laut ini seperti seledang sutera berhias butir – butir mutiara yang berkilauan sedang dikenakan seorang putri. Tapi seledang sutera berhias mutiara itu kini tak ada.
Pesisir pantai yang dahulunya dipadati rumput laut dengan petani bertopi melingkar dikepala sedang membersihkan rumpu laut dari hama dan tanaman pengganggu lainnya kini tampak lenggang, sunyi dan sepi.
Rombongan dari Balai Budidaya Laut Lombok yang dipimpin Buntaran, S.Pi.M.M. pun mengaku kaget dan heran dengan kondisi ini. Tak hanya mereka, Camat Alok Timur, Konstantia Tupa Aran Kojas.S.Sos. juga mengaku heran dengan kondisi ini.
Betapa tidak, dulunya rumput laut asal petani yang ada di Gugusan Pulau Teluk Maumere sukses menembus pasaran nasional bahkan sempat mendunia, karena memiliki mutu yang terbaik. Sukses besar para petani rumput laut ini, sempat mengharumkan nama Maumere dan Kabupaten Sikka.
Rasa kaget dan iba terungkap ketika Rombongan Balai Budidaya Laut Lombok yang dipimpin Buntaran, S.Pi.M.M. didampingi Camat Alok Timur, Konstantia Tupa Aran Kojas.S.Sos. serta dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka, yang diwakili Kepala Bidang Perikanan Budidaya Pesisir dan Pulau – pulau Kecil, Malik Bakhtiar, S.Pi. sesaat akan melakukan Temu Lapang Sosialisasi Demplot Budidaya Rumput Laut di Koja Doi Kec. Alok Timur Kabupaten Sikka. Sabtu (08/08/2009) lalu.
Antusias masyarakat untuk mengikuti kegiatan ini sangat tinggi, tak hanya masyarakat Kepala Desa Koja Doi, Ismail serta para tokoh agama, pemuka adat pun menghadiri acara ini. Dengan satu tujuan untuk mengharumkan kembali nama Sikka melalui budidaya rumput laut.
Menurut cerita, macetnya budidaya rumput laut karena jenis tanaman untuk agar – agar dan kosmetik ini mengalami pola hidup yang lambat dan rusak. Entah mengapa, tapi kuat dugaan ini akibat penggunaan pupuk yang berlebihan. Ditambah saling cemburu antar petani rumput laut, sehingga ada tanaman rumput laut yang dirusak menggunakan potas.
“tak hanya itu, tali rumput laut pun dirusak oleh warga lain” jelas seorang warga yang tidak mau menyebutkan namanya.
Akibat pencemaran air laut oleh potas dan penggunaan pupuk yang berlebihan, para nelayan mengaku ada tumbuhan lumut baru yang ada di batu karang yang merupakan rumah bagi ikan. Hal ini menuai rasa kuatir para pemburu ikan, apabila hal ini akan berdampak pada pertumbuhan dan populasi ikan.
Upaya masyarakat petani rumput laut saat ini adalah menunggu hingga laut yang ada menjadi bersih dari polusi dan kembali seperti sedia kala. Namun mereka juga bertekad untuk tidak menggunakan pupuk serta tetap berharap peran pemerintah untuk terus melakukan sosialisasi terkait pengembangan dan budidaya rumput laut.
Dengan demikian, upaya Balai Budidaya Laut Lombok yang dipimpin Buntaran, S.Pi.M.M. untuk menjadikan pengelolaan rumput laut di Koja Doi sebagai kebun contoh bagi daerah lain dapat terwujud dengan seperti yang diharapkan.( john oriwis / humassikka )

Tidak ada komentar: